RAGUNAN, 10 MEI 2011
Episode berikutnya adalah
munculnya klub2 baru di Galatama yang menarik perhatian masyarakat
sepakbola Indonesia termasuk gw. Ada Krama Yudha Tiga Berlian, Pelita
Jaya, BPD Jateng, Mitra Surabaya, Makasar Utama, dll. Di era ini
Galatama memang menjadi primadona sepakbola Indonesia. Perhatian gw jadi
terpecah. Antara Galatama dan Persija di kompetisi Perserikatan.
Awalnya gw tertarik pada tim Krama Yudha meski tim ini tidak berdomisili
di Jakarta. Materi pemainya yg bikin gw tertarik. Ada Sudana Sukri,
Kashartadi, Bambang Sunarto, dll. Tapi gw juga ga pernah dukung mereka
secara langsung di stadion. Tahun 1988 menjadi tolak balik semuanya. Gw
pindah beserta keluarga ke Lebak Bulus jakarta Selatan. Kepindahan ini
melulu karena nyokap gw ga bisa menyimpan banyak kenangan di rumah yg
lama setelah bokap gw meninggal setahun sebelumnya. Ya, Bokap gw
meninggal di pangkuan nyokap karena kena serangan jantung. Di Lebak
Bulus inilah gw menjadi saksi hidup bagaimana sebuah stadion modern
dibangun... Stadion Sanggraha Pelita Jaya Lebak Bulus. Setiap hari
ketika akan berangkat kuliah atau pulang kuliah, gw selalu mengikuti
perkembangan pembangunan stadion ini.
Setelah stadion ini
jadi, gw ga ragu lagi tuk menetapkan Pelita Jaya sebagai pilihan gw.
Menurut gw, inilah prototipe klub sepakbola profesional seharusnya.
Memiliki stadion yang bergaya Inggris, jarak tribun dekat dengan
lapangan, serta memiliki tribun berdiri di kedua sisi belakang gawang,
serta mempunyai home ground di bilangan Sawangan Bogor yang lengkap
dengan fasilitas rumah, kolam renang, lapangan latihan, dapur, ruang
makan bersama, lapangan tenis, basket dll, membuat gw jatuh cinta pada
Pelita Jaya. Materi pemain mereka banyak diambil dari jebolan SMU
Ragunan. Nama2 seperti : Hermansyah, Listianto Raharjo, Bambang
Nurdiansyah, Mustafa Umarela, Nanda Novelan, ALi Garwan, Ali Lisaholet, I
Made Pasek Wijaya, Alesander Saununu, Theodorus Bitbit, Rully Nere,
Elly Idris, Mundari Karya, Agus Suparman, Buyung Ismu, Maman Suryaman,
dll menjadi jaminan akan prestasi Pelita Jaya. Gw juga tidak mempunyai
kesulitan tuk memberikan dukungan karena jaraknya yang sangat dekat
dengan rumah gw. Kira2 cuma 10 menit kalo jalan kaki dari rumah. Rasanya
faktor jarak inilah yang membuat gw jadi rajin nonton Pelita Jaya.
Masa
mendukung Pelita Jaya terbagi menjadi 2 era. Yang pertama adalah Pelita
Jaya Fans Club yang diketuai oleh seorang anak muda bernama Dandon.
Ketika ada penawaran lewat kelurahan tuk menjadi angota, gw langsung
daftar. Ga sulit kok, cuma bayar goceng dan ngisi sebuah buku dengan
data2 pribadi kita, langsung dibikinin Kartu Anggota. Dengan KTA ini
kita bisa masuk gratis nonton Pelita. Lumayan kan buat seorang Mahasiswa
yang uang sakunya jelas terbatas. Gw memang ga termasuk yang selalu
nonton karena kesibukan gw kuliah. Setiap pertandingan, gw selalu
melihat rombongan suporter Pelita Jaya yang datang dengan menggunakan
bis2 yang memang disiapkan oleh klub. Klo ga salah, dari teriakan
mereka, gw tau kalo mereka banyak yg berasal dari Kayu Manis. Terus
terang, meski mendukung klub yg sama, gw kurang simpati dengan rombongan
bis Pelita Jaya. Sikap arogansi supir2nya dan juga perilaku suporternya
yang sepertinya Pelita Jaya hanya milik mereka membuat gw menjaga jarak
dari mereka.
Setelah Pelita Jaya Fans Club ga aktif,
pengurus Pelita Jaya mencoba menghidupkan kembali dengan menunjuk
seorang mantan pemainnya untuk memimpin langsung suporter yang kemudian
diberi nama COMMANDOS. Mantan pemain tsb adalah Bambang Nurdiansyah,
seorang striker yang sempat 4x menjadi Top Skor Galatama. Di era
Commandos gw lebih aktif nonton meski tetap tidak selalu nonton karena
kesibukan gw kuliah. Gw masih ga suka dengan perilaku Commandos yang
terkesan rasis. Kalo lawan BPD Jateng, mereka selalu ngata2in suporter
lawan dengan julukan "tukang bakso", sementara kalo lawan Bandung Raya,
suporter lawan dikatain dengan kata "tukang somay". Gw langsung ambil
sikap tuk nonton menyendiri meski masih satu tribun. Untuk menjadi
anggota, kita cukup membayar 15 ribu rupiah dan dapat kaos serta kartu
anggota. Kaos ga pernah gw pake, dan gw simpan rapih di lemari gw.
Setiap habis nonton, gw langsung pulang ke rumah tanpa berniat melihat
pemain atau kumpul dengan sesama anggota.
Galatama memang
menjadi kompetisi yang lebih profesional, tapi kompetisi Perserikatan
justru lebih mampu menarik penonton dalam jumlah yang lebih besar.
Ikatan primodial di Perserikatan masih kental sehingga fanatisme lebih
terasa disana. Akhirnya PSSI memutuskan tuk menggabungkan keduanya.
Jadilah Liga Indonesia dimulai. Salah satu niat menggabungkan adalah
untuk memberi peluang pada klub2 Galatama bisa lebih berkembang. Mereka
kan butuh masukan dari tiket penonton, sementara kalo di Perserikatan
penontonnya jauh lebih banyak. Supaya kalian tau, klub Galatama sendiri
sudah banyak yg bubar. Yg lama bubar, muncul yg baru, demikian
seterusnya. Beberapa nama yg sudah almarhum sebagai klub Galatama adalah
BBSA Tama, Tidar Sakit Magelang, Niac Mitra Surabaya, Tunas Inti,
Perkesa 78, Lampung Putra, Palu Putra, Cahaya Kita, Jayakarta, Indonesia
Muda, UMS '80, dan masih banyak lagi. Saat penggabungan, klub Galatama
yang masih bertahan adalah Pelita Jaya, PKT Bontang, Semen Padang, Pusam
Samarinda, Arema Malang, Arseto Solo, Bandung Raya, Petrokimia Gresik,
Warna Agung, dan Barito Putra.
Selama mendukung Pelita
Jaya, ada beberapa pertandingan yang ga mudah terlupakan bagi
gw. Seperti Persija Jakarta, Pelita Jaya juga bernasib sama, menjadi
tamu di kandangnya sendiri. Bahkan ketika berhadapan dengan tim sekelas
Persikabo, jumlah suporter Pelita tetap kalah banyak. Mungkin ada yang
masih ingat, ketika itu suporter Persikabo hadir di Lebak Bulus siap
dengan plastik putih untuk melindungi kepala dari terpaan air hujan.
Ketika hujan reda, suporter mereka malah terfokus tuk ngata2in kita yang
tentu saja meski sedikit tetap dibalas dengan kata2 juga. Namanya orang
Jakarta kalo udah ngecengin kan paling jago. Merasa kalah dengan kata,
suporter Persikabo mulai melakukan pelemparan benda2 keras ke tribun
kita. Tindakan ini juga dilawan oleh Commandos. Mereka makin berani dan
bergerak keluar stadion tuk mencoba masuk ke tribun kita. Sebagian besar
anggota Commandos berlari keluar tribun dan tempur di area parkir
Selatan Lebak Bulus. Botol2 dan batu beterbangan. Gw liat mayoritas
anggota Commandos berlari menyelamatkan diri karena terdesak kalah
jumlah. Karena inget masih ada sebagian anggota yang berada di tribun
dan ga tau apa2, gw masuk lagi ke dalam dan mengajak mereka tuk lompat
ke lapangan menyelamatkan diri. Belasan Commandos mengikuti usulan gw,
termasuk Danang mantan ketua umum the Jakmania. Sayang, seorang rekan
bernama Anto salah lompat dan kakinya patah. Di tribun masih ada 2 orang
yang ga mau pergi, Septo dan Johanes. Kedua orang ini akhirnya malah
jadi sasaran pengeroyokan oknum polisi yang masuk tribun dan menganggap
merekalah biang kerok kerusuhan.
Partai lain yang tidak
terlupakan adalah melawan Persib Bandung. Sebelum pertandingan kita
sudah dibuat gondok karena Tribun Selatan tempat Commandos sudah
diduduki Bobotoh. Bendera2 Pelita Jaya yang terpasang disana langsung
diturunkan dan dibakar. Mas Bambang minta pendukung Pelita Jaya ngalah
dan geser ke tribun VIP Barat di pojok Selatan. Bobotoh dibelakang
gawang melakukan tindakan anarkis. Pagar sepanjang 66 meter dirobohkan.
Bongkahan semen yang pecah karena robohnya pagar, mereka pakai tuk
melempari anak2 Commandos. Lagi2 terjadi perang batu, dan lagi2
Commandos diminta mengalah tuk geser ke sektor tengah. Kondisi ini jelas
ga bisa gw terima. Terjadi perdebatan dengan seorang Polisi yang maksa
gw tuk cepat pindah. Ketika sedang berdebat, seorang polisi lain
menghampiri gw dan langsung jewer kuping gw. Ga pake pikir panjang,
Polisi itu langsung gw pukul sampe jatuh dan pentungannya juga terlempar
jauh. Disitu gw sempat maki2 dia dengan kata2 .... "bapak gw aje ga
pernah jewer gw, siapa elu yang maen jewer aje" . Mungkin shock dilawan,
kedua polisi itu langsung berangsur pergi. Tapi gw sudah terlanjur
panas dan nantang polisi itu hingga badan gw ditahan sama Rusdi, salah
satu pengurus Commandos dari Lebak Bulus.
Sejak kejadian
itu, gw jadi populer di kalangan anak2 Commandos. Ekky Kebayoran Lama
minta gw tuk lebih aktif kumpul sebelum dan sesudah pertandingan.
Awalnya gw bingung mau ngapain, tapi ketika gw mendapat kesempatan tuk
bersalaman dengan para pemain Pelita Jaya yang baru keluar dari kamar
ganti, gw jadi lebih aktif lagi bergabung dengan Commandos. Banyak di
antara mereka yang datang ke rumah gw setiap Persija akan bertanding.
Rumah gw akhirnya jadi tempat kumpul anak2 Commandos. Jadi tempat
parkir, kamar mandi umum, tempat istirahat, kadang sampai makan segala.
Nama2 yang aktif disini adalah Fajar Tiger Bois, Mahdi Taman Kota, Toni
'Bocah Alus', Rhino, Tito Jakonline, Herry, Bambang Manggarai, Budi Ki
Dalang, Endi, Hendri, Puleng Pd Cabe, Yudi 'Ronaldo', Demang, Ari
Bekasi, dll.
Suatu ketika Pelita ketemu PSP Padang,
suporter mereka dari tribun timur lompat ke lapangan untuk pindah ke
tribun VIP Barat. Melihat kandangnya diacak-acak lawan, Commandos yang
menempati tribun belakang gawang Selatan langsung ngata2in. Sikap ini
dibalas lawan dengan melempari kita dengan batu dan botol2 mineral. Aksi
ini tentu saja tidak bisa diterima. Meski kalah jumlah, anak2 Commandos
balik melawan. Gw liat Fajar dan Mahdi yang waktu itu masih tergolong
bocah lagi ngumpulin air kencing di botol aqua tuk nimpuk. Sayup2 gw
mendengar dari pengeras suara di stadion, Bambang Nurdiansyah
memperingati anak2 Commandos untuk tidak membuat kerusuhan. Sempat juga
terdengar nama gw disebut-sebut tuk bantu menenangi masa. Ketika
kerusuhan mereda, Mas Bambang langsung ke tribun belakang gawang
nyamperin gw dan negor. Jelas gw ga bisa terima. Loh? Gw ini kan bukan
pengurus suporter? Kok malah gw yang disalahin? Gw protes! Ketika itu gw
protes kenapa Mas Bambang malah marahin anak2 Commandos dan bukannya
suporter PSP Padang yg jelas2 udah lompat pagar dan memulai keributan?
Bukankah Pelita Jaya sangat butuh dukungan? Jawaban beliau betul2
mengecewakan gw.... "dukungan yg dibutuhkan adalah penonton yg hadir
dengan beli tiket, terserah dia mau dukung tim mana, yang penting beli
tiket!!!!" .. sebuah jawaban yang sangat tidak menunjukkan loyalitas
pada Pelita Jaya.
Kecewa jelas. Apalagi semakin hari
semakin terlihat tindakan arogansi yang dilakukan pengurus2 Commandos
pada anggotanya yg dianggap melakukan pelanggaran disiplin. Naek pager
dikit, langsung digebukin. Coret-coret tembok, digebukin. Semakin hari
semakin banyak anggota yang mundur teratur. Buat apa dukung Pelita kalo
faktanya malah dihajar sama pengurus2 sendiri? Dan sayangnya, orang2 yg
hilang itu justru yang dimata gw adalah yg punya fanatisme tinggi. Sebut
saja Ekky Kebayoran Lama, Wansari Pasar Minggu, atau anak batak yang
tinggal di Barito yang gw udah lupa namanya. Mereka itu kalo datang
selalu paling dulu dan mampu menggalang masa di kampungnye. Kekecewaan
gw memuncak ketika terjadi keributan antara Gatot dkk dengan Mas Sudia,
pengurus Commandos lainnya. Mas Bambang bukan menengahi malah menampar
Gatot dan ambil KTA nya. Melihat KTA Gatot diambil, gw langsung
menyerahkan KTA gw dan secara resmi gw menyatakan keluar dari
keanggotaan. Waktu itu Pak Rahim Sukasah sempat mencoba menengahi, tapi
keputusan gw sudah bulat. Toh tanpa jadi anggota gw tetap bisa
memberikan dukungan langsung pada Pelita Jaya meski harus keluar uang
lebih.
Semenjak Bokap meninggal, gw merasa punya tanggung
jawab yang harus gw beresin. Tanggung jawab itu adalah Gelar Sarjana
yang harus gw raih sebagai jawaban setelah Alm. Bokap sudah mengeluarkan
biaya yang tidak sedikit tuk memberikan pendidikan yang layak buat
anaknya sejak dari TK, Sekolah Dasar, hingga Perguruan Tinggi. Tidak
mudah memang, karena saat itu gw juga harus mencari sendiri biaya tuk
menyelesaikan kuliah. Masa yang sangat panjang gw butuhkan tuk
menyelesaikan kuliah. Mungkin gw tidak seberuntung yang laen yg mudah
mendapatkan biaya kuliah karena orangtuanya masih lengkap. Tapi itu kan
tidak boleh jadi alasan tuk melepaskan tanggung jawab kita pada orang
tua kita seperti yang sudah gw jabarkan di atas. Dan ketika Allah ngasi
jalan, dimana gw bisa memberikan les privat pada anak2 SMP, gw kumpulin
hasilnya tuk kembali menyelesaikan kuliah gw. Setelah terkatung-katung
sekian lama, akhirnya gw berhasil menyelesaikan kuliah persis ketika
Persija akan dibangkitkan lagi oleh Gubernurnya yg baru Bang Yos. Gw
puas, dan tidak malu lagi tuk mendatangi pusara Bokap gw, mendoakan
beliau sebagai ucapan terimakasih atas perjuangan beliau semasa hidupnya
tuk membesarkan anaknya menjadi orang2 yang berpendidikan tinggi.
Sambil
menunggu wisuda, gw mulai lebih aktif lagi di Commandos. Mas Bambang
Nurdiansyah mencoba merangkul gw dengan mengajak gw tuk duduk di
kepengurusan Commandos. Beliau serius dan menyebut angka rupiah perbulan
bila gw mau bantu dia ngurus Commandos. Gw kaget! Sumpah, dalam diri gw
tidak pernah terpikir seorang suporter menerima gaji dari klub yang
didukungnya. Tawaran itu gw tolak secara halus, tapi gw tetap menyatakan
tekad tuk terus memberikan dukungan pada Pelita Jaya. Di satu sisi,
mulai terjadi kegalauan dalam hati gw. Apakah ini cara2 Pelita Jaya
menghargai pendukungnya? Apakah ini cara Pelita Jaya dalam menarik
dukungan? Dengan iming2 uang? Gw teringat jaman Pelita Jaya Fans Club,
dimana suporter Pelita Jaya disediakan transportasi ketika ingin datang
ke Lebak Bulus.
Satu saat, Pelita Jaya harus bertanding ke
kandang Persija Jakarta di Menteng. Commandos sudah pasti hadir
mendukung. Seperti biasa gw berangkat sendirian disana. Setiba di
Stadion Menteng, gw diam sejenak, melongo melihat stadion yang dulu
begitu megah, sekarang menjadi kumuh dan reot. Masuk ke dalam, gw
melihat sesuatu yang membuat hati gw bergetar. Sesuatu yang dimata gw
sangat berwibawa..... BENDERA PERSIJA JAKARTA. Disitulah hati kecil gw
berkata.... inilah sebetulnya tim yang harus gw dukung. Tim yang
diperkenalkan oleh Almarhum Kakek gw, tim yang dulu gw bela sampe
berantem segala. Sejak itu, gw mulai menyempatkan diri hadir di Menteng
sendirian tuk kembali memberikan dukungan pada Persija Jakarta.
Pernah
terjadi, Persija menjamu tim Persib Bandung di Menteng. Ratusan Bobotoh
datang dan mengambil tempat di Tribun Timur serta Utara. Mereka
bukannya mensuport timnya malah melakukan teror sepanjang pertandingan
pada kiper Persija, Zahlul Fadil. Kondisi ini tidak bisa diterima
Suporter Persija. Dua orang pemuda berambut gondrong yang belakangan gw
tahu bernama Bang Doni dan Bang Os nyamperin bobotoh di Tribun Utara.
Disamperin 2 orang doang, Bobotoh malah bergeser ke Tribun Timur.
Tindakan berani ini membesarkan nyali gw. Pada satu saat, 6 orang
Bobotoh disamping gw melakukan pelemparan gelas aqua ke striker Persija,
Dodi Sahetapi. Gw panas, gw tegor mereka, dan mereka ngelawan. Saat
sudah mau terjadi gesekan, datang temen gw di Commandos, Tri, dibarengi
dengan beberapa siswa Sekolah Bola Persija Jakarta. Hadirnya mereka
membuat 6 orang bobotoh itu mundur teratur dan duduk manis di
rombongannya. Persija memang tidak berhasil meraih poin penuh, tapi ada
sedikit kepuasan dalam diri gw ketika pulang. Ada sedikit kelegaan...
karena di Stadion Menteng tadi, gw sudah bisa berkata....GW SUPORTER
PERSIJA !!!
sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150176812549326
ngarang loe mah waktu dulu di Stadion GBK kedatangan The Commandos ditolak oleh Bobotoh dulu karena semua tribunnya telah dipenuhi beberapa Bobotoh tp The Commandos tetep datang dan langsung masuk ke Stadion terus nanti kalo ada yang minta untuk duduk buat menonton pertandingan terus bobotohnya ga muat tuh harusnya dimana duduknya??? padahal kursinya kan milik semua bobotoh tp malah kok commandos mengaku ini kursi miliknya? ah ini terjadi keributan diantara 2 suporter klub antara bobotoh! vs Commandos! commandos tuh yang salah yang ngaku2 itu kursinya miliknya padahalini milik semua bobotoh! dasar goblok commandos jg dejek!
ReplyDeletesotoy lo,, gua selalu nonton ke senayan klo 8 besar.., gua mantan anggota comandos... tapi memang yang namanya persija.. tetap di hati karna gua orang jakarta..
Deletengarang loe mah waktu dulu di Stadion GBK kedatangan The Commandos ditolak oleh Bobotoh dulu karena semua tribunnya telah dipenuhi beberapa Bobotoh tp The Commandos tetep datang dan langsung masuk ke Stadion terus nanti kalo ada yang minta untuk duduk buat menonton pertandingan terus bobotohnya ga muat tuh harusnya dimana duduknya??? padahal kursinya kan milik semua bobotoh tp malah kok commandos mengaku ini kursi miliknya? ah ini terjadi keributan diantara 2 suporter klub antara bobotoh! vs Commandos! commandos tuh yang salah yang ngaku2 itu kursinya miliknya padahalini milik semua bobotoh! dasar goblok commandos jg dejek!
ReplyDelete