Monday, December 19, 2011

COMMANDOS (klub kedua : Pelita Jaya Jakarta)

RAGUNAN, 10 MEI 2011

Episode berikutnya adalah munculnya klub2 baru di Galatama yang menarik perhatian masyarakat sepakbola Indonesia termasuk gw. Ada Krama Yudha Tiga Berlian, Pelita Jaya, BPD Jateng, Mitra Surabaya, Makasar Utama, dll. Di era ini Galatama memang menjadi primadona sepakbola Indonesia. Perhatian gw jadi terpecah. Antara Galatama dan Persija di kompetisi Perserikatan. Awalnya gw tertarik pada tim Krama Yudha meski tim ini tidak berdomisili di Jakarta. Materi pemainya yg bikin gw tertarik. Ada Sudana Sukri, Kashartadi, Bambang Sunarto, dll. Tapi gw juga ga pernah dukung mereka secara langsung di stadion. Tahun 1988 menjadi tolak balik semuanya. Gw pindah beserta keluarga ke Lebak Bulus jakarta Selatan. Kepindahan ini melulu karena nyokap gw ga bisa menyimpan banyak kenangan di rumah yg lama setelah bokap gw meninggal setahun sebelumnya. Ya, Bokap gw meninggal di pangkuan nyokap karena kena serangan jantung. Di Lebak Bulus inilah gw menjadi saksi hidup bagaimana sebuah stadion modern dibangun... Stadion Sanggraha Pelita Jaya Lebak Bulus. Setiap hari ketika akan berangkat kuliah atau pulang kuliah, gw selalu mengikuti perkembangan pembangunan stadion ini.

Setelah stadion ini jadi, gw ga ragu lagi tuk menetapkan Pelita Jaya sebagai pilihan gw. Menurut gw, inilah prototipe klub sepakbola profesional seharusnya. Memiliki stadion yang bergaya Inggris, jarak tribun dekat dengan lapangan, serta memiliki tribun berdiri di kedua sisi belakang gawang, serta mempunyai home ground di bilangan Sawangan Bogor yang lengkap dengan fasilitas rumah, kolam renang, lapangan latihan, dapur, ruang makan bersama, lapangan tenis, basket dll, membuat gw jatuh cinta pada Pelita Jaya. Materi pemain mereka banyak diambil dari jebolan SMU Ragunan. Nama2 seperti : Hermansyah, Listianto Raharjo, Bambang Nurdiansyah, Mustafa Umarela, Nanda Novelan, ALi Garwan, Ali Lisaholet, I Made Pasek Wijaya, Alesander Saununu, Theodorus Bitbit, Rully Nere, Elly Idris, Mundari Karya, Agus Suparman, Buyung Ismu, Maman Suryaman, dll menjadi jaminan akan prestasi Pelita Jaya. Gw juga tidak mempunyai kesulitan tuk memberikan dukungan karena jaraknya yang sangat dekat dengan rumah gw. Kira2 cuma 10 menit kalo jalan kaki dari rumah. Rasanya faktor jarak inilah yang membuat gw jadi rajin nonton Pelita Jaya.



Masa mendukung Pelita Jaya terbagi menjadi 2 era. Yang pertama adalah Pelita Jaya Fans Club yang diketuai oleh seorang anak muda bernama Dandon. Ketika ada penawaran lewat kelurahan tuk menjadi angota, gw langsung daftar. Ga sulit kok, cuma bayar goceng dan ngisi sebuah buku dengan data2 pribadi kita, langsung dibikinin Kartu Anggota. Dengan KTA ini kita bisa masuk gratis nonton Pelita. Lumayan kan buat seorang Mahasiswa yang uang sakunya jelas terbatas. Gw memang ga termasuk yang selalu nonton karena kesibukan gw kuliah. Setiap pertandingan, gw selalu melihat rombongan suporter Pelita Jaya yang datang dengan menggunakan bis2 yang memang disiapkan oleh klub. Klo ga salah, dari teriakan mereka, gw tau kalo mereka banyak yg berasal dari Kayu Manis. Terus terang, meski mendukung klub yg sama, gw kurang simpati dengan rombongan bis Pelita Jaya. Sikap arogansi supir2nya dan juga perilaku suporternya yang sepertinya Pelita Jaya hanya milik mereka membuat gw menjaga jarak dari mereka.

Setelah Pelita Jaya Fans Club ga aktif, pengurus Pelita Jaya mencoba menghidupkan kembali dengan menunjuk seorang mantan pemainnya untuk memimpin langsung suporter yang kemudian diberi nama COMMANDOS. Mantan pemain tsb adalah Bambang Nurdiansyah, seorang striker yang sempat 4x menjadi Top Skor Galatama. Di era Commandos gw lebih aktif nonton meski tetap tidak selalu nonton karena kesibukan gw kuliah. Gw masih ga suka dengan perilaku Commandos yang terkesan rasis. Kalo lawan BPD Jateng, mereka selalu ngata2in suporter lawan dengan julukan "tukang bakso", sementara kalo lawan Bandung Raya, suporter lawan dikatain dengan kata "tukang somay". Gw langsung ambil sikap tuk nonton menyendiri meski masih satu tribun. Untuk menjadi anggota, kita cukup membayar 15 ribu rupiah dan dapat kaos serta kartu anggota. Kaos ga pernah gw pake, dan gw simpan rapih di lemari gw. Setiap habis nonton, gw langsung pulang ke rumah tanpa berniat melihat pemain atau kumpul dengan sesama anggota.

Galatama memang menjadi kompetisi yang lebih profesional, tapi kompetisi Perserikatan justru lebih mampu menarik penonton dalam jumlah yang lebih besar. Ikatan primodial di Perserikatan masih kental sehingga fanatisme lebih terasa disana. Akhirnya PSSI memutuskan tuk menggabungkan keduanya. Jadilah Liga Indonesia dimulai. Salah satu niat menggabungkan adalah untuk memberi peluang pada klub2 Galatama bisa lebih berkembang. Mereka kan butuh masukan dari tiket penonton, sementara kalo di Perserikatan penontonnya jauh lebih banyak. Supaya kalian tau, klub Galatama sendiri sudah banyak yg bubar. Yg lama bubar, muncul yg baru, demikian seterusnya. Beberapa nama yg sudah almarhum sebagai klub Galatama adalah BBSA Tama, Tidar Sakit Magelang, Niac Mitra Surabaya, Tunas Inti, Perkesa 78, Lampung Putra, Palu Putra, Cahaya Kita, Jayakarta, Indonesia Muda, UMS '80, dan masih banyak lagi. Saat penggabungan, klub Galatama yang masih bertahan adalah Pelita Jaya, PKT Bontang, Semen Padang, Pusam Samarinda, Arema Malang, Arseto Solo, Bandung Raya, Petrokimia Gresik, Warna Agung, dan Barito Putra.

Selama mendukung Pelita Jaya, ada beberapa pertandingan yang ga mudah terlupakan bagi gw. Seperti Persija Jakarta, Pelita Jaya juga bernasib sama, menjadi tamu di kandangnya sendiri. Bahkan ketika berhadapan dengan tim sekelas Persikabo, jumlah suporter Pelita tetap kalah banyak. Mungkin ada yang masih ingat, ketika itu suporter Persikabo hadir di Lebak Bulus siap dengan plastik putih untuk melindungi kepala dari terpaan air hujan. Ketika hujan reda, suporter mereka malah terfokus tuk ngata2in kita yang tentu saja meski sedikit tetap dibalas dengan kata2 juga. Namanya orang Jakarta kalo udah ngecengin kan paling jago. Merasa kalah dengan kata, suporter Persikabo mulai melakukan pelemparan benda2 keras ke tribun kita. Tindakan ini juga dilawan oleh Commandos. Mereka makin berani dan bergerak keluar stadion tuk mencoba masuk ke tribun kita. Sebagian besar anggota Commandos berlari keluar tribun dan tempur di area parkir Selatan Lebak Bulus. Botol2 dan batu beterbangan. Gw liat mayoritas anggota Commandos berlari menyelamatkan diri karena terdesak kalah jumlah. Karena inget masih ada sebagian anggota yang berada di tribun dan ga tau apa2, gw masuk lagi ke dalam dan mengajak mereka tuk lompat ke lapangan menyelamatkan diri. Belasan Commandos mengikuti usulan gw, termasuk Danang mantan ketua umum the Jakmania. Sayang, seorang rekan bernama Anto salah lompat dan kakinya patah. Di tribun masih ada 2 orang yang ga mau pergi, Septo dan Johanes. Kedua orang ini akhirnya malah jadi sasaran pengeroyokan oknum polisi yang masuk tribun dan menganggap merekalah biang kerok kerusuhan.

Partai lain yang tidak terlupakan adalah melawan Persib Bandung. Sebelum pertandingan kita sudah dibuat gondok karena Tribun Selatan tempat Commandos sudah diduduki Bobotoh. Bendera2 Pelita Jaya yang terpasang disana langsung diturunkan dan dibakar. Mas Bambang minta pendukung Pelita Jaya ngalah dan geser ke tribun VIP Barat di pojok Selatan. Bobotoh dibelakang gawang melakukan tindakan anarkis. Pagar sepanjang 66 meter dirobohkan. Bongkahan semen yang pecah karena robohnya pagar, mereka pakai tuk melempari anak2 Commandos. Lagi2 terjadi perang batu, dan lagi2 Commandos diminta mengalah tuk geser ke sektor tengah. Kondisi ini jelas ga bisa gw terima. Terjadi perdebatan dengan seorang Polisi yang maksa gw tuk cepat pindah. Ketika sedang berdebat, seorang polisi lain menghampiri gw dan langsung jewer kuping gw. Ga pake pikir panjang, Polisi itu langsung gw pukul sampe jatuh dan pentungannya juga terlempar jauh. Disitu gw sempat maki2 dia dengan kata2 .... "bapak gw aje ga pernah jewer gw, siapa elu yang maen jewer aje" . Mungkin shock dilawan, kedua polisi itu langsung berangsur pergi. Tapi gw sudah terlanjur panas dan nantang polisi itu hingga badan gw ditahan sama Rusdi, salah satu pengurus Commandos dari Lebak Bulus.

Sejak kejadian itu, gw jadi populer di kalangan anak2 Commandos. Ekky Kebayoran Lama minta gw tuk lebih aktif kumpul sebelum dan sesudah pertandingan. Awalnya gw bingung mau ngapain, tapi ketika gw mendapat kesempatan tuk bersalaman dengan para pemain Pelita Jaya yang baru keluar dari kamar ganti, gw jadi lebih aktif lagi bergabung dengan Commandos. Banyak di antara mereka yang datang ke rumah gw setiap Persija akan bertanding. Rumah gw akhirnya jadi tempat kumpul anak2 Commandos. Jadi tempat parkir, kamar mandi umum, tempat istirahat, kadang sampai makan segala. Nama2 yang aktif disini adalah Fajar Tiger Bois, Mahdi Taman Kota, Toni 'Bocah Alus', Rhino, Tito Jakonline, Herry, Bambang Manggarai, Budi Ki Dalang, Endi, Hendri, Puleng Pd Cabe, Yudi 'Ronaldo', Demang, Ari Bekasi, dll.

Suatu ketika Pelita ketemu PSP Padang, suporter mereka dari tribun timur lompat ke lapangan untuk pindah ke tribun VIP Barat. Melihat kandangnya diacak-acak lawan, Commandos yang menempati tribun belakang gawang Selatan langsung ngata2in. Sikap ini dibalas lawan dengan melempari kita dengan batu dan botol2 mineral. Aksi ini tentu saja tidak bisa diterima. Meski kalah jumlah, anak2 Commandos balik melawan. Gw liat Fajar dan Mahdi yang waktu itu masih tergolong bocah lagi ngumpulin air kencing di botol aqua tuk nimpuk. Sayup2 gw mendengar dari pengeras suara di stadion, Bambang Nurdiansyah memperingati anak2 Commandos untuk tidak membuat kerusuhan. Sempat juga terdengar nama gw disebut-sebut tuk bantu menenangi masa. Ketika kerusuhan mereda, Mas Bambang langsung ke tribun belakang gawang nyamperin gw dan negor. Jelas gw ga bisa terima. Loh? Gw ini kan bukan pengurus suporter? Kok malah gw yang disalahin? Gw protes! Ketika itu gw protes kenapa Mas Bambang malah marahin anak2 Commandos dan bukannya suporter PSP Padang yg jelas2 udah lompat pagar dan memulai keributan? Bukankah Pelita Jaya sangat butuh dukungan? Jawaban beliau betul2 mengecewakan gw.... "dukungan yg dibutuhkan adalah penonton yg hadir dengan beli tiket, terserah dia mau dukung tim mana, yang penting beli tiket!!!!" .. sebuah jawaban yang sangat tidak menunjukkan loyalitas pada Pelita Jaya.

Kecewa jelas. Apalagi semakin hari semakin terlihat tindakan arogansi yang dilakukan pengurus2 Commandos pada anggotanya yg dianggap melakukan pelanggaran disiplin. Naek pager dikit, langsung digebukin. Coret-coret tembok, digebukin. Semakin hari semakin banyak anggota yang mundur teratur. Buat apa dukung Pelita kalo faktanya malah dihajar sama pengurus2 sendiri? Dan sayangnya, orang2 yg hilang itu justru yang dimata gw adalah yg punya fanatisme tinggi. Sebut saja Ekky Kebayoran Lama, Wansari Pasar Minggu, atau anak batak yang tinggal di Barito yang gw udah lupa namanya. Mereka itu kalo datang selalu paling dulu dan mampu menggalang masa di kampungnye. Kekecewaan gw memuncak ketika terjadi keributan antara Gatot dkk dengan Mas Sudia, pengurus Commandos lainnya. Mas Bambang bukan menengahi malah menampar Gatot dan ambil KTA nya. Melihat KTA Gatot diambil, gw langsung menyerahkan KTA gw dan secara resmi gw menyatakan keluar dari keanggotaan. Waktu itu Pak Rahim Sukasah sempat mencoba menengahi, tapi keputusan gw sudah bulat. Toh tanpa jadi anggota gw tetap bisa memberikan dukungan langsung pada Pelita Jaya meski harus keluar uang lebih.

Semenjak Bokap meninggal, gw merasa punya tanggung jawab yang harus gw beresin. Tanggung jawab itu adalah Gelar Sarjana yang harus gw raih sebagai jawaban setelah Alm. Bokap sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit tuk memberikan pendidikan yang layak buat anaknya sejak dari TK, Sekolah Dasar, hingga Perguruan Tinggi. Tidak mudah memang, karena saat itu gw juga harus mencari sendiri biaya tuk menyelesaikan kuliah. Masa yang sangat panjang gw butuhkan tuk menyelesaikan kuliah. Mungkin gw tidak seberuntung yang laen yg mudah mendapatkan biaya kuliah karena orangtuanya masih lengkap. Tapi itu kan tidak boleh jadi alasan tuk melepaskan tanggung jawab kita pada orang tua kita seperti yang sudah gw jabarkan di atas. Dan ketika Allah ngasi jalan, dimana gw bisa memberikan les privat pada anak2 SMP, gw kumpulin hasilnya tuk kembali menyelesaikan kuliah gw. Setelah terkatung-katung sekian lama, akhirnya gw berhasil menyelesaikan kuliah persis ketika Persija akan dibangkitkan lagi oleh Gubernurnya yg baru Bang Yos. Gw puas, dan tidak malu lagi tuk mendatangi pusara Bokap gw, mendoakan beliau sebagai ucapan terimakasih atas perjuangan beliau semasa hidupnya tuk membesarkan anaknya menjadi orang2 yang berpendidikan tinggi.

Sambil menunggu wisuda, gw mulai lebih aktif lagi di Commandos. Mas Bambang Nurdiansyah mencoba merangkul gw dengan mengajak gw tuk duduk di kepengurusan Commandos. Beliau serius dan menyebut angka rupiah perbulan bila gw mau bantu dia ngurus Commandos. Gw kaget! Sumpah, dalam diri gw tidak pernah terpikir seorang suporter menerima gaji dari klub yang didukungnya. Tawaran itu gw tolak secara halus, tapi gw tetap menyatakan tekad tuk terus memberikan dukungan pada Pelita Jaya. Di satu sisi, mulai terjadi kegalauan dalam hati gw. Apakah ini cara2 Pelita Jaya menghargai pendukungnya? Apakah ini cara Pelita Jaya dalam menarik dukungan? Dengan iming2 uang? Gw teringat jaman Pelita Jaya Fans Club, dimana suporter Pelita Jaya disediakan transportasi ketika ingin datang ke Lebak Bulus.

Satu saat, Pelita Jaya harus bertanding ke kandang Persija Jakarta di Menteng. Commandos sudah pasti hadir mendukung. Seperti biasa gw berangkat sendirian disana. Setiba di Stadion Menteng, gw diam sejenak, melongo melihat stadion yang dulu begitu megah, sekarang menjadi kumuh dan reot. Masuk ke dalam, gw melihat sesuatu yang membuat hati gw bergetar. Sesuatu yang dimata gw sangat berwibawa..... BENDERA PERSIJA JAKARTA. Disitulah hati kecil gw berkata.... inilah sebetulnya tim yang harus gw dukung. Tim yang diperkenalkan oleh Almarhum Kakek gw, tim yang dulu gw bela sampe berantem segala. Sejak itu, gw mulai menyempatkan diri hadir di Menteng sendirian tuk kembali memberikan dukungan pada Persija Jakarta.

Pernah terjadi, Persija menjamu tim Persib Bandung di Menteng. Ratusan Bobotoh datang dan mengambil tempat di Tribun Timur serta Utara. Mereka bukannya mensuport timnya malah melakukan teror sepanjang pertandingan pada kiper Persija, Zahlul Fadil. Kondisi ini tidak bisa diterima Suporter Persija. Dua orang pemuda berambut gondrong yang belakangan gw tahu bernama Bang Doni dan Bang Os nyamperin bobotoh di Tribun Utara. Disamperin 2 orang doang, Bobotoh malah bergeser ke Tribun Timur. Tindakan berani ini membesarkan nyali gw. Pada satu saat, 6 orang Bobotoh disamping gw melakukan pelemparan gelas aqua ke striker Persija, Dodi Sahetapi. Gw panas, gw tegor mereka, dan mereka ngelawan. Saat sudah mau terjadi gesekan, datang temen gw di Commandos, Tri, dibarengi dengan beberapa siswa Sekolah Bola Persija Jakarta. Hadirnya mereka membuat 6 orang bobotoh itu mundur teratur dan duduk manis di rombongannya. Persija memang tidak berhasil meraih poin penuh, tapi ada sedikit kepuasan dalam diri gw ketika pulang. Ada sedikit kelegaan... karena di Stadion Menteng tadi, gw sudah bisa berkata....GW SUPORTER PERSIJA !!!

sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150176812549326

3 comments:

  1. ngarang loe mah waktu dulu di Stadion GBK kedatangan The Commandos ditolak oleh Bobotoh dulu karena semua tribunnya telah dipenuhi beberapa Bobotoh tp The Commandos tetep datang dan langsung masuk ke Stadion terus nanti kalo ada yang minta untuk duduk buat menonton pertandingan terus bobotohnya ga muat tuh harusnya dimana duduknya??? padahal kursinya kan milik semua bobotoh tp malah kok commandos mengaku ini kursi miliknya? ah ini terjadi keributan diantara 2 suporter klub antara bobotoh! vs Commandos! commandos tuh yang salah yang ngaku2 itu kursinya miliknya padahalini milik semua bobotoh! dasar goblok commandos jg dejek!

    ReplyDelete
    Replies
    1. sotoy lo,, gua selalu nonton ke senayan klo 8 besar.., gua mantan anggota comandos... tapi memang yang namanya persija.. tetap di hati karna gua orang jakarta..

      Delete
  2. ngarang loe mah waktu dulu di Stadion GBK kedatangan The Commandos ditolak oleh Bobotoh dulu karena semua tribunnya telah dipenuhi beberapa Bobotoh tp The Commandos tetep datang dan langsung masuk ke Stadion terus nanti kalo ada yang minta untuk duduk buat menonton pertandingan terus bobotohnya ga muat tuh harusnya dimana duduknya??? padahal kursinya kan milik semua bobotoh tp malah kok commandos mengaku ini kursi miliknya? ah ini terjadi keributan diantara 2 suporter klub antara bobotoh! vs Commandos! commandos tuh yang salah yang ngaku2 itu kursinya miliknya padahalini milik semua bobotoh! dasar goblok commandos jg dejek!

    ReplyDelete