Monday, December 19, 2011

THE JAKMANIA (kontroversi berdirinya)

Ragunan, 11 Mei 2011



Tidak mudah melupakan sebuah tim yang gw dukung selama 10 tahun. Banyak yang gw dapat selama menjadi pendukung Pelita Jaya. Yang paling utama adalah PERTEMANAN. Dalam kondisi minoritas, persahabatan akan terasa lebih kental. Apalagi dalam perjalanannya, seringkali kita mengalami tekanan dari suporter2 lain. Perasaan senasib dan sependeritaan itulah yang menumbuhkan IKATAN BATIN yang kuat dengan beberapa teman di Commandos. Hal lain yang gw pelajari dari Commandos justru adalah KEKURANGAN. Organisasi suporter ini kurang mewakili aspirasi anggotanya. Para Pengurusnya tidak menunjukkan fanatisme yang luar biasa sehingga kita2 sebagai anggota merasa berada di jalur yang benar.

Pernah suatu saat gw mau berangkat nonton Tim Nasional main di Senayan. Ketika mampir sebentar di Sekretariat Commandos di Lebak Bulus, gw liat sedang terjadi perdebatan antara beberapa angota dengan Rusdi salah seorang Pengurus Commandos dari Lebak Bulus. Anggota Commandos itu ingin nonton timnas tapi bawa spanduk Pelita Jaya. Wajar kan? Mereka ingin menunjukkan identitas bahwa pendukung Pelita Jaya memang ADA, meski sedikit. Tapi justru Pengurus itu malah melarang dengan alasan siapa yang mau tanggung jawab bila spanduk ilang atau dirusak kelompok lain? Anak2 SMP disuruh bertanggung jawab mana mereka brani? Akhirnya gw ambil inisiatif biar gw yang tanggung jawab. Anak tsb girang dan terima kasih dan kemudian berangkat bersama-sama ke Senayan. Anak SMP itu adalah Mahdi dari Taman Kota, salah satu pendiri the Jakmania. Di Senayan begitu kita pasang, berdatanganlah satu persatu anggota Commandos dri tribun2 lain. Pertandingan hari itu adalah Tim Nasional melawan LAZIO.

Saat itu materi Pelita Jaya memang membuat kita semua jatuh cinta. Bayangkan nama2 yg bercokol disana : Kurniawan Dwi Julianto, Indrianto Nugroho, Eko Pujianto, Supriono, Gusnedi Adang, Alexander Pulalo, Ansyari Lubis, Maboang Kesack, Roger Milla, Frido Yuwanto, Tri Murvedayanto, Kurnia Sandi, Aples Gideon Tecuari, dan masih banyak lagi bintang2 sepakbola Indonesia. Masa ini, pendukung Pelita Jaya lumayan banyak, tapi bukan sebagai anggota Commandos. Mereka hadir sendiri karena mendengar nama2 tenar tsb. Ada juga yang dikerahkan dari karyawan2 perusahaan milik Keluarga Bakrie. Dimasa itu, Commandos mulai memperkenalkan bentuk dukungan dengan gerak dan lagu. Salah satu lagu yang paling sering dinyanyikan adalah lagu Jali2 yang liriknya diganti menjadi.... "Ini dia Pelita Jaya, maennya bagus, maennya bagus, .... dst dst. Lagu lain adalah.... "Kalo Pelita menang tepuk tangan, prok3x, .... dst dst.



Ketika gw fokus menyelesaikan kuliah, selama beberapa bulan gw ga aktif nonton. Gw ambil kos di sekitar Pasar Muncul Tangerang. Tapi dasar ga bisa jauh dari bola, disana gw malah bentuk tim bola dengan nama Pondok Bima FC, karena tempat kost gw namanya seperti itu dan ada sekitar 40 buah kamar. Karena gw aktif maen bola, gw akhirnya diajak tuk gabung berlatih bola bersama KBMSS atau Keluarga Besar Mahasiswa Sulawesi Selatan. Hahahaha, jadilah gw satu-satunya anak Betawi yang maen dengan para Daeng. Tapi meski bola tetap jadi kegiatan, karena lingkungan gw adalah mahasiswa ITI, gw jadi lebih mudah konsentrasi menjalani skripsi. Memang tujuan gw berbaur dengan semuanya adalah itu. Biar gw kembali larut dalam suasana kampus setelah sekian lama gw tinggalin. Biar gw juga ketularan semangat para mahasiswa generasi itu untuk ngerjain tugas. Anehnya, kehadiran gw kembali ke kampus, menjadi motivasi bagi rekan2 seangkatan yang selama ini juga belum menyelesaikan kuliah.

Satu waktu ketika sudah selesai dengan skripsi gw, Ari Bekasi, anak Commandos yang rajin nonton dateng ke rumah gw. Dia ngajak gw nonton Persija di Lebak Bulus. Percakapan gw sama Ari ini akan gw jabarkan, karena ini akan jadi tonggak sejarah kenapa gw semua di kemudian hari malah mendirikan the Jakmania. Selain Ari hadir juga disitu Herry, Fals dan beberapa teman lain. Percakapannya adalah sbb :

Ari    : Ayo Bung kita nonton Persija di Lebak Bulus
Bung : Loh? Emang hari ini ada pertandingan ya?
Ari    : Iya, banyak tuh temen2 Commandos udah pada dateng
Bung : Tapi kita ini kan suporter Pelita? (dalam tulisan2 berikutnya, akan gw jelasin
            kenapa gw bertanya seperti ini)
Ari    : Gapapa Bung, kan sama2 Tim Jakarta. Ni gw punya bahan spanduk warna biru, tapi
           masih kosong nih kali aje bung mau bantu bikin tulisannye.
Bung : oke, kalo gitu gw bantu beli piloknye, warna apa yg bagus ya?
Ari    : oren bung
Bung : kok oren sih? Persija bukannya merah?
Ari    : ini kostum baru bung, warnanya oren. wah bung ga ikutin berita ya? Bang Yos aje
           udah menghimbau kita tuk rame2 dukung Persija

Akhirnya kita bikin 2 buah spanduk kecil masing-masing bertuliskan : "MACAN BATAVIA" dan "VIVA JAKARTA". Setelah beli tiket yang harganya kalo ga salah tiga rebu perak... kita berangkat ke Stadion Lebak Bulus dan nonton di tribun Commandos, tribun belakang gawang Selatan. Partai ini menjadi awal anak2 Commandos pada dukung Persija. Memang faktanya di Stadion ini banyak sekali anggota Commandos yang datang. Tapi mayoritas pendukung Persija saat itu adalah pengerahan dari kelurahan2 atas himbauan dari Bang Yos. Ada juga rombongan orkes atau tanjidor atau apalah namanya yg bikin kita kesel. Ketika kita akan menyanyikan lagu2 dukungan, mereka juga bersuara sehingga teriakan kita tenggelam. Akhirnya rombongan orkes itu kita usir dan suruh maen di beda tribun. Di antara suporter Persija, ada satu kelompok yang mencuri perhatian semua orang. Kelompok ini hadir dengan membawa alat2 musik. Kelompok ini dipimpin seorang presenter muda bernama Gugun Gondrong.

Sering-sering nonton, dompet kita makin terkuras. Akhirnya kita kepikiran tuk daftar jadi fans club nya Persija. Siapa tau ada gratisan kayak di Commandos. Gw pernah liat di koran kalo Manajer Persija saat itu adalah seorang wanita cantik bernama Diza Rasyid Ali. Selesai pertandingan gw nyamperin Mba Diza dan nanya bagaimana cara daftar jadi anggota fans club Persija. Diza mengarahkan gw tuk bertemu dengan Public Relation Persija yaitu Mas Eddy Supadmo. Waktu gw masuk ke lapangan tuk cari yang namanya Mas Eddy, ternyata disana sudah ada Herry, Imam, dll, rekan2 gw di Commandos. Mereka rupanya berniat hal yang sama. Kita semua diarahkan tuk hadir di Menteng hari Selasa sore.

Hadir pertama kali di Menteng ada 8 orang. Gw lupa siapa aja. Seinget gw ada Endi dan Rhino. Gw melihat di depan Stadion Menteng terpampang spanduk putih bertuliskan "WELCOME THE JAK". Kehadiran gw dkk disana ternyata terekam seorang fotografer Pos Kota. Besoknya, foto itu terpampang dengan judul "Commandos menyeberang ke Persija". Jujur gw kaget dengan berita tsb. Kenapa disebut menyeberang? Pertemuan pertama di Menteng tidak menghasilkan apa2. Disana Mas Eddy menjelaskan kalo Persija ga punya fans club. Justru dia menghimbau kita tuk mendirikan fans club. Selasa minggu depannya, gw hadir lagi di Menteng bersama beberapa teman dengan jumlah yang sama tapi dengan formasi yang beda. Ada Bambang, Toni Bocah Alus, Jul Kessack, Imam, dll. Tak ada hasil lagi, karena kita semua ga punya pengalaman mendirikan fans club. Kita bergeser ke rumah Bambang di bilangan Manggarai. Disitu kita mengambil kesimpulan, kalo kita mau bikin fans club Persija, kita harus melibatkan juga orang2 di luar Commandos, karena Persija harus jadi milik semua orang Jakarta.

Jadilah partai Persija berikutnya menjadi aksi gerilya. Gw coba merangkul mahasiswa Perbanas yang sering hadir nonton karena salah satu pemain Persija berasal dari sana yakni Vennard Hutabarat. Sekelompok anak muda lain juga gw coba ajak, karena mereka sering datang ke Lebak Bulus konvoi pake mobil pribadi. Belakangan kita kenal anak2 tsb dari Pondok Labu dipimpin Mahir. Herry malah lebih aktif. Dia ngajak kelompok Gugun Gondrong. Selasa berikutnya, kita kumpul lagi di Menteng. Disitulah gw berkenalan lebih jauh dengan anak2 SMA yang selama ini sama2 dukung Pelita Jaya : Chandra, Leman, Sahid, Muderikah, Tile, dan Tirta. Disitu juga gw kenalan sama Gugun Gondrong dan teman2nya seperti : Revi, Faisal Gimbal, dan Yani. Pertemuan di Menteng tidak berlanjut. Mahir juga hadir bersama beberapa teman, tapi anak2 Perbanas ga ada yg dateng. Atas usul Mas Eddy, kita diminta rapat di Graha Wisata Kuningan, tempat Mes Persija ketika itu.

Di dalam suatu ruangan, kita kumpul disana dan mendapat pengarahan dari Duet Manajer Persija Diza Rasyid Ali dan Mimi Alkamar serta Mas Eddy Supadmo, pria berambut gondrong yang penampilannya lebih mirip Mandra Topeng Betawi. Kita langsung masuk ke penentuan siapa ketua suporter. Karena saat itu kita semua mengenal Gugun, spontan semuanya juga berteriak hal yang sama.... GUGUUUUUN. Akhirnya Gugun terpilih secara musyawarah tanpa pemilihan. Gugun langsung menyusun struktur organisasi dan personilnya. Dia minta gw duduk sebagai Ketua 1, Herry sebagai Ketua 2, Revi menjadi Sekretaris Umum, Bambang Bendahara Umum, dst. Sebagai spontanitas, kedua Manajer Persija yang hadir saat itu langsung menyumbang dana masing2 sebesar 1 juta rupiah.

Ketika menentukan nama, Mas Eddy langsung menjelaskan kenapa ada spanduk bertuliskan Welcome the Jak. Dia ingin Persija punya julukan lain yang lebih modis, lebih modern, lebih gaul, dan lebih mengena bagi anak muda jaman sekarang. Kata the Jak dianggap mewakili gambaran anak muda Jakarta saat itu, seperti the Yankees di Amerika. Oleh karena itulah, kita semua dalam ruangan tsb sepakat menggunakan nama the Jakmania. Kata mania kita ambil mengingat waktu itu ada fans club grup band Inggris "Beatless" dengan nama Beatlemania. Mas Eddy sendiri berharap, julukan untuk suporter Persija adalah the Jakers, nama organisasinya tetap the Jakmania. Kata the Jakers memang sedikit meniru julukan Arsenal... the Gunners.

Dimulailah masa2 perkenalan gw dengan Gugun Gondrong. Gw salut ma orang yang satu ini, energik dan ga pernah menunda pekerjaan. Karena gw kebetulan lagi nganggur jadi bisa terus ngikutin maunya Gugun. Diajak beli drum, diajak bikin baju pengurus, dan macam2 kegiatan lagi. Semua gw jalanin bersama dengan Gugun, Revie, dan Yani. Yg paling menonjol dari Gugun, kalo jalan doi luar biasa cepet. Meleng dikit gw udah ketinggalan beberapa meter. Gw juga jadi sering nginep di rumah Gugun di daerah Warung Buncit dan mulai berkenalan dengan rekan2 Gugun sesama artis, salah satunya Rhena, cewenya Gugun yang sering maen sinetron dengan peran Ipeh.

Tanpa gw sadarin, tindakan gw bersama beberapa teman ini mendapat tentangan dari rekan2 Commandos lainnya. Rusdi menyatakan keberatannya. Bahkan teman2 yang tadinya ikut dukung Persija seperti Rhino, Endi, Budi Ki Dalang, menyatakan tidak mau bergabung. Gw beserta temen2 yang laen mulai dikucilkan di Commandos. Mereka kemudian mengadakan rapat tandingan dan membentuk sebuah organisasi baru dengan nama THE METROPOLIS. Selesai rapat itu, pengucilan gw terhadap teman2 di the Jakmania semakin menjadi. Bahkan seorang Ansyari Lubis sampai mengeluarkan kata "tai kucing" ketika bertemu dengan gw. Akhirnya, gw memutuskan tuk tidak mau lagi bergabung di tribun mereka. Gw lebih memilih misah kalo nonton Pelita maen. Jadilah Commandos terpecah 2. Sebagian bareng sama gw seperti Imam, Joansyah, Bambang, dll. Sebagian lagi tetap di tribun Commandos.

Ketika Pelita Jaya bertemu dengan Arema, gw ikut hadir di tribun VIP Barat bersama Joansyah, Imam, Bambang, Ari, dll. Disitulah pertama kali gw dibuat kagum dengan aksi para Aremania. Mereka begitu kompak menyanyikan lagu dengan gerakan2 tangan. Selesai pertandingan gw bersama Imam menghampiri mereka yang hendak pulang dengan bis2. Gw berkenalan dengan Aremania yang bernama Iskandar dan Surtarto. Perkenalan yang sangat singkat, tapi menanamkan rasa hormat pada diri kita masing2. Sejak itu mulailah di kepala ini berpikir, bagaimana the Jakmania bisa sekreatif mereka. Di Commandos dulu, memang sudah ada inisiatif serupa namun karena jumlah terbatas jadi kurang muncul ke media2.

Ketika mengetahui gw masih suka nonton Pelita, Mas Eddy-Mba Diza-Bang Mimi dan Sang Kapten Persija Nur Alim menyatakan keberatannya. Menurut mereka, suporter itu harus bisa memilih. Tidak bisa dengan alasan sama2 Jakarta, kita terus mendukung keduanya. Di luar negeripun tidak seperti itu. Bagaimana mungkin pemegang KTA salah satu klub, lengkap dengan ikrar setia, tapi juga mendukung klub lainnya. Waduh, keputusan penting nih. Ga boleh sembarangan. Di satu sisi, Persija adalah tim gw, tim alm bokap gw, tim alm kakek gw. Tapi di sisi lain, Pelita Jaya menunjukan sebagai klub yang profesional, dikelola dengan rapih dan sesuai standar klub profesional di Eropa, hal yang membuat gw kagum.

Mau tau keputusan gw pribadi? Gw memutuskan tetap berada di the Jakmania, memegang kartu anggota the Jakmania. Kenapa? Karena Persija adalah klub Jakarta. Karena Persija adalah Persatuan Sepakbola Indonesia Jakarta. Karena Persija tidak akan pindah ke kota lain. Dan karena Persija lebih bisa menghargai suporternya. Keputusan yg di kemudian hari malah terbukti kebenarannya. Sejak itu perlahan tapi pasti hidup gw berubah. Dari seorang penggemar bola menjadi seorang aktivis bola. Dari seorang suporter biasa menjadi seorang pengurus fans club. Dari seorang Tauhid Indrasjarief menjadi seorang FERRY JAKMANIA.

sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150179155954326

No comments:

Post a Comment