Friday, August 10, 2012

Javier Adelmar Zanetti




kalau di tanya siapa sih pemain sepak bola yang pertama kali gw tahu? jawabannya adalah Alesandro Del Piero. pada tahun 1997-1998 memang nama del piero sangat terkenal apalagi bagi anak seusia 7 tahun seperti saya. tapi seiring berjalannya waktu, bermula dari cuma ikut-ikutan almarhum om iki mendukung tim Internazionale Milan, gw terpukau lihat freekick ala Alvaro Recoba, atau gocekan Ronaldo. tapi yang sampai sekarang gw kagumi adalah sosok ll capitano inter. Javier Adelmar Zanetti.

hari ini 10 Agustus 2012, bertepatan dengan hari ulang tahun ll capitano. gw sungguh beruntung PERNAH melihat aksinya langsung di stadion, kala inter melakukan tur ke indonesia. hari ini ll capitano berusia 39 tahun. usia yang sudah sangat tidak muda bagi pesepakbola. namun semua itu dijawab dengan sisa-sisa tenaganya, ia terus berlari dan terus memimpin rekan-rekannya di inter.. salut untuk zanetti. gw juga berharap Zanetti gak menjadikan musim ini sebagai musim terakhirnmya . gw masih pengen lihat seorang pejuang sejati terus berlari memimpin rekan setimnya sampai ia benar-benar tak mampu lagi.
ini ada profil singkat Javier Adelmar Zanetti. cekidot......

Friday, April 20, 2012

Stadion Ikada

Jauh sebelum ada Senayan, Lapangan Ikada yang juga disebut Lapangan Gambir merupakan pusat kegiatan olah raga. Nama lapangan Ikada sendiri baru dikenal pada masa pendudukan Jepang, ketika negara itu menduduki Jakarta pada 1942, dan kemudian mengganti sejumlah nama tempat, lapangan dan jalan-jalan. Dinamai Ikada, karena di lapangan ini para atlet Ibu Kota setiap hari mengadakan latihan-latihan. Tapi yang memanfaatkan lapangan itu sebenarnya bukan hanya para atlet saja. Karena di sekitar lapangan yang luas itu terdapat pula belasan lapangan sepakbola, termasuk lapangan hockey. Di lapangan ini terdapat pula tempat pacu kuda. Termasuk lapangan pacu kuda untuk satuan militer dari kavaleri. Di lapangan inilah sejumlah klub sepakbola pada tahun 1940-an dan 50-an memiliki lapangan sendiri. Seperti lapangan Hercules, VIOS dan BVC, yang merupakan kesebelasan papan atas pada kompetisi BVO (Batavia Vootball Organization) dan setelah kemerdekaan digantikan oleh Persija.

Berdirinya Perkumpulan PERSIJA

Persija berdiri sebulan setelah lahirnya Sumpah Pemuda, tanggal 28 November 1928. Ketika itu perkumpulan     pemuda Jakarta sepakat untuk membentuk Voetballbond Indonesische Jacatra (VIJ), kenapa pakai Jacatra? karena rasa nasionalisme pemuda Jakarta tumbuh begitu tinggi, jadi mereka meninggalkan kata-kata Batavia sebagai nama perkumpulan Sepakbola. Lagipula VIJ lahir juga sebagai perlawanan Voetballbond Batavia Omstraken (VBO), perkumpulan sepakbola Batavia dari kalangan Belanda.
VIJ adalah perkumpulan sepakbola yang murni diisi oleh orang-orang Pribumi. Rasa nasionalisme para pemuda ini tidak terbendung lagi, sehingga VIJ pun diberi identitas ‘Merah dan Putih’ sebagai wujud Indonesia secara kecil. VIJ juga tercatat sebagai perkumpulan sepakbola yang ikut membidani lahirnya Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Mr. Soekardi sebagai perwakilan VIJ dan Iskandar Brata sebagai Ketua Umum pertama VIJ.

Wednesday, April 18, 2012

Cerita Cinta



Mungkin kalau kalian baca judul diatas kalian akan mengira gw ini akan curhat mengenai perjalanan cinta gw, tapi kalian salah. Tentang cinta.. yaa tulisan ini memang tentang cinta, tapi cinta disini adalah seseorang yang sangat spesial di hati gw. She is my precious ex.
Aaah udah lama sekali gw gak bikin tulisan, udah sedikit hilang rasa antusias gw saat nulis lagi. Tapi entah kenapa gw sangat berhasrat pengen bikin tulisan tentang cinta. Semua tentang cinta menurut pandangan yang bisa dibilang subyektif menurut gw. Tapi masa bodo laah.. di negara demokrasi sekarang ini semua orang bebas mengeluarkan pendapat kok. Yang merasa gak setuju silahkan kritik dan kalo merasa terganggu yaa gw mohon maaf.

Wednesday, February 8, 2012

The New Generation of PERSIJA Jakarta


Memulai musim 2011-2012 PERSIJA Jakarta, klub kebanggaan warga Jakarta dan The Jakmania ini dilanda berbagai masalah internal. Dengan adanya keputusan PSSI yang “merestui” mereka yang bukan PERSIJA Jakarta menjadi PERSIJA Jakarta. Hal tersebut sangatlah mempengaruhi kondusifitas tim dan manajemen. tapi gw gak mau membahas masalah ini, karena semua orang juga tahu, yang mana #RealPERSIJA sesungguhnya. Gw justru mengapresiasi tinggi terhadap jajaran manajemen yang tetap solid hingga kini memperjuangkan kebenaran. Apresiasi tinggi gw berikan juga terutama kepada para punggawa macan kemayoran yang tetap loyal terhadap tim dengan warna khas oren ini.
Yaa menurut gw persiapan tim PERSIJA Jakarta untuk musim ini tidaklah buruk, walau kehilangan berbagai bintang-bintang yang dapat membawa PERSIJA menduduki posisi 3 musim lalu, tapi manajemen juga melakukan perekrutan pemain yang sesuai kebutuhan tim. Dengan adanya aturan dilarangnya dana APBD bagi klub, maka tindakan manajemen merekrut pemain-pemain muda merupakan langkah jitu. Pemain muda bertalenta dan mempunyai prospek perkembangan yang cerah ke depannya disinyalir dapat menyehatkan keuangan klub dibanding berisikan pemain dengan gaji selangit.

Wednesday, January 4, 2012

Money's Too Tight To Mention At Inter


It’s fair to say that Inter have had better sts to the season. Although they qualified from the Champions League group stage with a game to spare, they currently languish in 16th place in Serie A. Admittedly they have a game in hand, but they are still a colossal 14 points behind league leaders Juventus with a third of the season gone.
The triumphant 2009/10 season when the nerazzurri became the first Italian team to win the treble of the scudetto, the Coppa Italia and the Champions League in a single year under the guidance of José Mourinho seems a distant memory. Inter fans have become accustomed to success, as that triumph meant that their team had won five league titles in a row (including the one awarded to them for 2005/06 by the courts after the calciopoli scandal).
There are many reasons behind this decline, not least an aging squad, but most of the problems are off the pitch. The board’s lack of a long-term strategy is evidenced by the rapid turnover in coaches since the “special one” moved to Real Madrid in the summer of 2010. Rafael Benitez’s miserable six-month reign did not reach Christmas, while past Brazilian international Leonardo lasted little longer, as he joined Paris Saint-Germain in June 2011.
His replacement, the former Genoa boss Gian Piero Gasperini, fared no better, as he was unceremoniously sacked after four defeats in five games, notable only for a plethora of formations that confused his own team rather more than the opposition. The current incumbent, Claudio Ranieri, brings vast experience to the role, but he is Inter’s fifth manager in less than two years.

"Should I stay or should I go?"
The club’s confusion is further highlighted by the names of the other managers that they approached for the position, including the likes of Fabio Capello, Guus Hiddink, André Villas-Boas and Marcelo Bielsa. If you can discern any similarities in their tactical approaches, then you’re a better man than me. Unsurprisingly, they all rejected the poisoned chalice.

The Price Of Inter's Success


There’s no doubt that the 2009/10 season was a triumphant one for FC Internazionale, better known as Inter, as they became the first Italian team to complete the treble by winning the scudetto, the Coppa Italia and the Champions League in a single year. In fact, Inter have been the dominant force in Italian football ever since the Calciopoli scandal in 2006, winning five league titles in a row, the first time this has been done since Juventus achieved the feat in the 30s.
This recent success must taste all the sweeter to Inter fans, as it follows a lengthy period of failure and disappointment. After winning the league in 1989, the nerazzurri endured 17 long years without taking the Serie A title, which was made even worse by their arch-rivals Milan sweeping all before them, but now the boot is well and truly on the other foot.
The victory over Bayern Munich in Madrid to secure the Champions League trophy represented the high point of Massimo Moratti’s reign as Inter’s president. Moratti is the fourth son of Angelo Moratti, who had been Inter’s owner and president during the club’s golden age from 1955 to 1968, when the team twice won the European Cup under the legendary Helenio Herrera. The current president took over the club in 1995, determined to restore Inter to its former heights, and he has spent a fortune attempting to fulfill that ambition.
"Mourinho and Moratti - the happy couple"
Using money earned from the family’s stake in Saras, an oil refiner, Moratti has repeatedly funded lavish spending sprees, twice breaking the world transfer record when buying Ronaldo from Barcelona and Christian Vieri from Lazio, but also splashing out on the likes of Roberto Baggio, Hernan Crespo and Juan Sebastian Veron.
Even so, Moratti has an impatient, not to say ruthless, side and he has gone through 14 managers in 15 years in his quest for honours, sacking many big names like the popular Luigi Simoni, Marcello Lippi, Hector Cuper and Roberto Mancini. When il Mancio was given the boot, Moratti explained that this was for the benefit of the club, “I intervened because I thought it was necessary … in the interests of Inter.”
In the past, Moratti has been criticised by many Inter fans, but he can hardly be accused of not putting his money where his mouth is, as he has spent around a billion Euros on delivering the dream. The president’s support has been an absolutely essential part of the club’s success, for the reality is that Inter do not make profits. Instead, they lose money. In fact, they lose a lot of money.